Swastamita Tanah Daeng Menyapa Arunika Ibu Kota Indonesia

Oleh: Aulia Yumna R || 2015840024

Makassar, 13 Agustus 2018

Swastamita

Tepat dimana waktu hampir memasuki swastamita, peswawat yang kami tumpangi mendarat di Bandar Udara Sultan Hasanuddin. Tanah Daeng yang mulai kami singgahi ini merupakan tanah Makassar, yang sempat memiliki julukan Ujung Pandang. Dahulu Ujung Pandang merupakan nama sebuah benteng yang berada di pinggiran pantai Losari. Benteng tersebut berubah nama menjadi Benteng Rotterdam yang diganti oleh penjajah Belanda setelah peperangan yang terjadi di Makassar kala itu.
Kini benteng tersebut menjadi salah satu tempat wisata yang wajib dikunjungi bila telah sampai di Makassar, dari atas benteng tersebut pengunjung bisa melihat luasnya pantai hingga keujung pantai. Sehingga dinamailah dengan Ujung Pandang atau wilayah kota kecil pada zaman kepemimpinan kerajaan. Masih penasaran? Mari kita lanjutkan kisahnya…

Atau cobalah langsung menuju jumat, tanpa harus melewati hari sebelumya. Ada banyak hal penting disana, dari pada sekadar basa basi belaka…

Waktu yang berbeda satu jam membuat kami harus beradaptasi dengan keadaan sekitar serta logat bahasa yang sudah mulai asing di telinga kami. Setibanya disana kami langsung disambut oleh utusan Universitas Muhammadiyah Makassar yang akan menjemput dan menemani perjalanan kami menuju kampus tempat dimana Dekan serta Dosen-dosen Universitas Muhammadiyah Makassar telah menunggu. Selama perjalanan kami banyak berbincang dan mulai mengenal logat bahasa Makassar.
Beliau menjelaskan bahwa kawasan yang kami lewati ini merupakan kawasan pabrik yang beberapa ratus kilometer selanjutnya memasuki kawasan perkotaan. Dari kejauhan kami sudah melihat bangunan yang berdiri dengan kokoh dan menjulang tinggi berwarna biru dengan menara Iqra yang khas, disanalah Universitas Muhammadiyah Makassar berada. Sesampainya disana kami sudah disambut oleh Dekan FKIP beserta dosen dan guru pamong serta sudah sampai pula dosen pendamping kami yang sejak beberapa jam lalu membersamai kami dari Jakarta.
Setelah sholat dan menyantap hidangan yang telah disediakan, kami bersama semua orang yang ada dalam Aula FKIP memulai pembukaan dan penerimaan KKN-PPM dan Magang 3 selama dua bulan kami di Makassar. Namun tepat saat itu, saya sudah mulai merasa curiga dan bertanya-tanya. Dalam pikiran saya tersirat beberapa tanya yang belum juga terjawab, mulai dari penyambutan yang hanya melibatkan guru sekolah sebagai guru pamong disekolah dan tanpa adanya perwakilan dari desa atau daerah yang nantinya akan kami tumpangi, tempati dan tinggali.
Setelah diumumkan siapa dosen pembimbing serta guru pamong kami masing-masing, kami bergegas menuju bis, tempat dimana barang-barang kami masih disimpan disana. Bis melaju bersama semangat kami yang telah bangkit lagi setelah diisi makanan, sehingga bis riuh gurih dengan percakapan mengenai penambahan huruf diakhir kata yang diucapkan oleh penduduk Makassar.
Selang beberapa menit bis yang kami tumpangi berhenti di tengah keramaian sekitar, tepatnya di pinggir jalan raya yang sebelah kirinya merupakan bangunan berwarna hijau dan barang-barang kami dibantu beberapa orang untuk dimasukkan ke dalam ruangan. Kami syok, bahwa tempat bahkan daerah yang kami singgahi adalah kawasan ramai pinggiran kota.
Malam semakin larut, setelah kami membereskan tempat dan barang bawaan kami. Kami beristirahat dengan mencoba memejamkan mata yang semakin larut tak terasa kantuk. Masih terbesit dalam benak kami, apakah di tempat ini kami akan memulai aksi kami membantu masyarakat? Di sebuah tempat, dipinggiran kota Makassar. Dimana menurut kami masyarakat kota mengerti pendidikan mulai dari anak-anak sampai para orang tua sekalipun, sehingga pikiran kami terasa berat akan hal ini. Tak terasa, sedikit demi sedikit ruas mata yang menganga direnggut malam yang semakin suram. Disana bulan dan bintang masih asik memantau kami yang semakin terlelap di bawah redupnya sinar malam pancaran bulan.

Senin

Hari dimana semua harus memulai aktivitasnya di awal pekan setiap minggunya. Sebelum adzan subuh berkumandang dengan syahdu, beberapa diantara kami sudah terjaga. Teringat pagi nanti kami diminta untuk menemui dosen pembimbing untuk diantar ke sekolah masing-masing tempat kami magang. Arunika meninggi, masing-masing kami sudah bergegas menuju kampus menunggu dosen pembimbing datang dan menemani kami menuju sekolah.
Saat perjalanan ternyata kami sadar jarak antara tempat kami tinggal, kampus FKIP Unismuh dan sekolah tempat magang kami lumayan dekat dan dapat dijangkau dengan berjalan kaki disaat senggang dan tidak sedang terburu-buru. Setibanya dosen pembimbing, kami disambut dengan senyuman ramah dan segera menuju sekolah. SMP Unismuh Makassar, merupakan SMP tempat kami magang. Kami yang memiliki jurusan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris lah yang akan magang di sekolah ini, sisanya adalah rekan yang berada di SD dan TK.
Setelah berbincang dan berkenalan dengan wakil kepala sekolah serta guru pamong, kami bersama guru pamong melihat-lihat lingkungan sekolah. SMP Unismuh yang merupakan sekolah berbasis Boarding School, sehingga banyak siswa dari daerah yang jauh dapat tinggal di tempat yang sudah disiapkan, asrama. Setelah berkeliling ke setiap sisi sekolah serta menyapa guru lainnya, kami diberi tawaran untuk tinggal di asrama. Namun kami harus mempertimbangkannya dengan rekan lainnya, sehingga kami meminta izin pamit untuk pulang dan langsung membicarakan banyak hal dengan rekan lainnya.

Setibanya kami di posko, segara kami bergegas untuk membahas banyak hal yang masih menjadi beban dalam pikiran kami. Pertama, daerah dan tempat yang kami tinggali merupakan kawasan perkotaan ramai penduduk dan disekitarnya merupakan perumahan elit yang sedikit ke arah utara terlihat sedikit perkampungan. Kedua, dari setibanya kami di Makassar sampai siang itu saat kami membincangkan beberapa pikiran yang mengganjal, kami masih belum juga dipertemukan atau diarahkan untuk menuju ke Rt atau Rw mana oleh siapapun. Ketiga, ekspektasi serta realita yang kami dapati sangat jauh berbeda dan kami masih terus mencoba menghubungi pihak kampus untuk kejelasan hal ini.
Pertama yang kami angkat mengenai tempat tinggal yang berada tepat dipinggir jalan raya dengan kurangnya ventilasi dan jendela dan bentuk tempat tinggal seperti kos-kosan. Setelah kami mendapat kabar dari wadek FKIP yang meminta kami untuk tetap tinggal di posko itu, dengan kesepakatan akan dirundingkan kembali oleh pihak kampus, kami sedikit lega namun tetap ada tegangnya. Memikirkan bagaimana jadinya dua bulan kedepan jika kami tetap ditempat ini.
Problemnya adalah masyarakat kota yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing dan kurang sempat berbaur dengan lingkungan sekitarnya, para ibu-ibu yang memiliki pekerjaan di siang hari dan merasa lelah jika sudah memasuki sore dan malam hari. Sejak sepulang dari sekolah hingga sore kami kami masih berdiskusi malasah daerah yang akan kami bantu masyarakatnya. Namun tidak juga menemukan titik terang dari permasalahan yang sedang kami bahas.
Malam menyapa, kami masih kebingungan. Akhirnya kami memutuskan untuk mencari makanan, karena di posko yang kami tinggali selain berupa kos-kosan dengan lorong dan beberapa kamar yang hanya dapat ditempati oleh dua orang, tempatnya juga pengap dan hampa udara. Sebagian keluh kesah kami sudah tercurah hari ini, sisa waktu hari ini kami gunakan untuk lebih mendekatkan diri dengan rekan lainnya karena berbeda jurusan.

Selasa

Pagi-pagi buta kami sudah bergegas menuju sekolah lagi, menemui guru pamong untuk arahan magang kali ini. Oleh seorang guru pamong dengan tampilan layaknya Fendy Bakry, saya merasa tidak asing namun tetap dengan rasa hormat segala sikap yang timbul. Beliau bernama Pak Ikrar, yang meminta saya untuk mengajar kelas delapan dengan 3 kelas laki-laki.
Setelah menyepakati yang sebenarnya saya sedikit tersentak mendengarnya, tetapi hal baru ini merupakan sebuah tantangan baru yang menarik untuk saya semasa saya hidup. Karena jujur ini pertama kali saya mengajar di kelas secara formal dan langsung diberikan amanah di tiga kelas sekaligus. Saya bergegas menuju posko untuk menyiapkan silabus serta RPP dan metode juga media pembelajaran apa yang akan saya gunakan untuk mengajar di sekolah. Jujur saat itu saya merasa masih canggung untuk diberikan amanah sebesar itu bahkan lebih cepat dari pada mahasiswa lainnya menerima amanah mengajar tersebut.
Setibanya di posko, saya menemui rekan lainnya yang sudah siap untuk membahas problem kemarin yang tertunda dan belum selesai. Kembali kami membahas mengenai tempat tinggal yang tidak ramah masyarakat, dalam artian jauh dari jangkauan masyarakat perkampungan. Selain itu ekspektasi kami akan ditempatkan atau disewakan sebuah rumah untuk bersama, namun menurut info yang kami dapat bahwa masih jarang rumah dengan muatan 16 orang yang murah dihuni. Kemudian realita yang ada jauh dari plan A dan plan B kami mengenai akan seperti apa esok di Makassar.

Hari berganti dan kami masih belum menemukan titik terang bahkan belun pula diberi tahu atau diarahkan mengenai daerah atau tempat kami membantu masyarakat. Menjelang Hari raya Idul Adha, sekolah yang saya tempati untuk magang diliburkan selama satu minggu. Bagi saya yang diberi jam mengajar 3 kelas 5 hari dalam satu minggu merupakan kesempatan berharga untuk dapat mendiskusikan program kerja yang sesuai untuk dilaksanakan di tempat itu. Akhirnya kami memutuskan untuk menyusun program yang semula sudah terbentuk namun harus dilakukan perubahan menyesuaikan keadaan. Akhirnya kami mencoba mengunjungi rumah RW yang berada di perumahan depan, dekat dengan masjid.
Menurut beliau dahulu pun mahasiswa KKN UMS melakukan KKN di tempat beliau, namun kami diminta untuk membuat surat resmi dan menurut kami beliau kurang terbuka dan kurang menerima kami. Akhirnya kami mencoba untuk mengunjungi RW lain, untuk survei bagaimana keadaan masyarakat dan tempat tersebut. setelah kami sampai disana, Pak RW yang menyambut kami sangat terbuka dan menerima kehadiran kami, akhirnya kami sepakat untuk melakukan KKN di RW tersebut. Namun satu yang yang membuat kami tidak langsung melaksanakan KKN disana, yaitu surat menyurat dan birokrasi yang begitu sulit dan rumit. Akhirnya kami memutuskan untuk menunggu hari esok, agar segera konsultasi lebih lanjut.

Rabu

Sore ini kami dijemput oleh utusan kampus untuk makan bersama di rumah dekan, kami dipertemukan dengan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta selama perjalanan kami berkenalan sekaligus menanyakan kegiatan yang dilaksanakan oleh mereka. Mulai dari dimana tempatnya, berapa jumlah mereka, apa saja kegiatannya dan banyak lagi.
Namun satu yang membuat kami kaget, ternyata mahasiswa UMS tersebut melaksanakan KKN di pedalaman yang khas pedesaan tepatnya di Gowa. Tempat dimana kami sangat mengharapkannya, namun bagi mereka itu tak sesuai dengan keinginannya pula. Karena ekspektasi mereka adalah di kota, seperti yang sedang kami tempati ini. Dalam hati saya berpikir bahwa antara kami dan mereka tertukar. Begitulah rencana Allah yang tak dapat diandingi, sebaik-baik sutradara hanyalah Allah.
Bagi saya yang bersuku jawa sangat tertarik saat mereka berbincang dengan khas bahasa Jawa, karena biasanya yang terdengar adalah logat khas Makassar dan bahasa Bugisnya yang saya sendiri belum begitu paham. Bahasa yang sering saya dengar biasanya adalah kata yang mendapat sufiks atau tambahan diakhir kata seperti; ki, mi, pi, i, ta, ka, ji, dan juga seperti bahasa; kita/ta yang artinya kamu. Dan sering saya dapati bahwa penyusunan kalimat yang digunakan oleh orang Makassar ini tidak sesuia dengan kaidah bahasa Indonesia seperti; Siapa nama ta?, berapa semuanya dikumpul itu uang?, dimana mki semua?, biar ada jadwalku, kan bisa ji diatur dan lain sebagainya.
Namun kalimat tersebut mungkin saja sudah sesuai dengan penggunaan bahasa Makassar, tetapi tidak dalam bahasa Indonesia. Sehingga orang baru yang mendengarnya sedikit geli, aneh atau bahkan tidak paham dengan apa yang sedang dibicarakan oleh mereka.
Seusai makan bersama kami berbincang kemudian melaksanakan sholat magrib berjamaah di masjid. Setelah itu kami mempertanyakan kepada wadek perihal tempat tinggal serta KKN kami yang belum juga menemukan titik terang. Malam semakin larut, masing-masing kami pamit untuk pulang. Namun malam begitu suntuk hingga kami memutuskan untuk mencari udara diluar, namun akhirnya kami menuju mall yang ada di Makassar bersama koordinator kami selama di Makassar dan juga mahasiswa UMS yang ikut serta bersama kami berkeliling mall.

Kamis

Hari berganti minggu, sudah beberapa minggu kami hanya masih sibuk dengan Magang. Namun dengan adanya sekolah tempat kami magang, kami dapat membantu kebutuhan di sekolah seperti mengecat di SD, yang dilakukan rekan kami di SD. Membantu siswa berlatih untuk perlombaannya, mendampingi siswa melaksanakan ekstrakurikuler di sekolah dan berbagai macam bentuk kegiatan lainnya di sekolah. Menurut pembimbing kami, jika birokrasi yang ada disekitar membuat keadaan semakin rumit, maka manfaatkan segala hal untuk bisa terus berusaha dan tetap melakukan suatu hal sebisa dan semaksimal mungkin. Akhirnya setelah kami cari tahu kebenarannya, ada miskomunikasi antara Unismuh dan UMJ.
Menurut Wadek, dua puluh hari sebelum keberangkatan kami Unismuh sudah mempersiapkan tempat tinggal kami. Namun beberapa hari menjelang keberangkatan kami, UMJ baru mengabarkan mengenai fiksasi akan bagaimana kami di Makassar. Akhirnya kami mencoba berdamai dengan situasi yang ada dan kami meminta dibuatkan surat untuk dikirim ke kelurahan, setelah sampai kelurahan ternyata surat yang kami bawa salah.
Kami memutuskan untuk merevisi surat tersebut bersama wadek yang siap sedia melayani kami. Kemudian kami memberikan surat lagi kepada kelurahan, namun petugas kelurahan menjelaskan alur agar suratnya dapat diterima. Birokrasi yang begitu rumit membuat kami terlalu lama menunggu, setelah melakukan pertimbangan akhirnya wadek membantu kami mencari cara lain agar kami tetap bisa melakukan KKN di Makassar.
Alhasil, kami diberi saran untuk melakukan pengabdian masyarakat di RW yang letaknya jauh dari tempat kami tinggal. Setelah proses memasukkan surat di kelurahan lain berhasil karena ditemani utusan kampus, memang sebelumnya kami pergi kesana sendiri tanpa didampingi. Sehingga terjadi miskomunikasi dan menganggap bahwa yang akan kami lakukan benar-benar KKN yang waktunya dua bulan penuh bahkan layaknya penelitian di daerah tersebut.

Jumat

Pagi itu saya sudah siap dengan busana mengajar, entah mengapa saya bersiap-siap lebih awal untuk pergi ke sekolah. Namun disaat saya sudah siap, tiba-tiba wadek datang dengan terburu-buru. Beliau memberikan info dadakan bahwa kami harus membantu posyandu di tempat kami akan KKN, berbekal gambar lokasi tempat tersebut yang digambar oleh Wadek, dan nomor hp RW di tempat itu.
Akhirnya beberapa dari kami bergegas menuju kesana, dikarenakan pagi itu mahasiswa yang di SD masih mengajar. Setelah sampai di lokasi kami menghubungi RW dan menuju ke rumahnya, kami berkenalan dengan bapak RW tersebut dan kemudian kami diantar menuju tempat posyandu yang sudah ramai ibu dan anak disana.
Disana kami mencoba berkenalan dengan ibu-ibu puskesmas yang sedang melayani masyarakat, saat kami ditanya Mahasiswa kesehatan ya? sontak kami langsung menjawab bukan ibu, kami mahasiswa pendidikan, ouh iya ada yang bisa kami bantu bu? dengan wajah sinisnya salah satu ibu tersebut menjawab saya kan ngga tau kamu bisanya apa *teg saya yang mendengar hal itu langsung syok dengan jawaban beliau. Akhirnya kami mencoba melakukan semaksimal dan sebisa yang kami mampu.
Di daerah itu melaksanakan posyandu rutin dilaksanakan setiap dua minggu sekali, setiap warga yang memiliki anak akan memiliki kartu posyandu untuk pendataan. Selain itu kami sepakat untuk membantu pengajian rutin yang dilakukan oleh Aisyiyah mulai dari pimpinan ranting hingga pimpinan cabang. Sehingga kami menyimpan jadwal pengajian rutin tersebut agar segera mengkonfirmasikan hal tersebut untuk membantunya.
Jarak antara tempat pengajian satu dan lainnya membuat kami sekaligus mengetahui lebih luas kawasan Makassar, bagaimana keindahan Makassar yang begitu memesona dapat kami nikmati sekaligus bertugas. Jika sudah waktunya pengajian, kami bisa membantu para ibu-ibu mengaji dan memperbaiki bacaan serta mencarikan halaman jika telah terlewat jauh atau kehilangan jejak saat mengaji.
Alhamdulillah ibu-ibu tersebut membuat kami yang masih muda banyak bersyukur akan nikmat yang diberikan oleh Allah karena masih diberi umur untuk tetap belajar lebih baik lagi dalam memperdalam ilmu keagamaan yang sangat penting dan dibutuhkan kedepannya nanti.

Setiap sore menjelang magrib kami sudah bergegas menuju ke masjid untuk mengajar anak-anak di RW yang kami jadikan tempat KKN mengaji, karena rata-rata anak-anak tersebut baru pulang di sore hari sekitar jam 2 dan jam 3. Pun kami yang sembari mengajar biasanya pulang lebih akhir dari siswa di sekolah setelah ekstrakurikuler berakhir. Maka kami memutuskan untuk melaksanakan Bina Baca Quran setelah magrib, anak-anak yang mengaji di masjid hijau mungil milik warga Muhammadiyah di RW tersebut merupakan anak-anak SD dan sebagian kecil SMP yang masih memiliki kemauan memperdalam ilmu agamanya.
Selain mengaji, setelah isya biasanya kami mengajaknya mengobrol sembari membantunya belajar jika ada masalah yang tak dapat diselesaikan di sekolah tentang pelajarannya. Untuk anak seusia SD atau SMP biasanya lebih terlihat seperti anak SD, banyak dari mereka yang masih kurang mengerti tentang hitung-hitungan. Ada pula anak yang masih sangat kecil namun sudah lihai dalam berbahasa inggrisnya.

Selain itu setiap minggu pagi kami melaksanakan senam di RT dekat rumah RW tersebut, senam yang kami adakan diikuti oleh masyarakat sekitar dan anak-anak. Setelah senam kami bersama-sama melaksanakan kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar. Kebersamaan dalam menjaga lingkungan adalah hal yang paling penting untuk kita lakukan, karena kami semua tahu bahwa di Makassar terkenal dengan lingkungan yang kurang bersih.
Sehingga muncul sebuah slogan agar Makassar bersih dari sampah yaitu Rantasa Makassar atau Makassar tidak rantasa, rantasa sendiri memiliki arti kotor atau jorok. Karena hal tersebut di Makassar juga terkenal dengan banyaknya nyamuk atau seperti sarang nyamuk yang disebabkan oleh hal tersebut tadi. Hal tersebut yang memicu semangat kami untuk rutin melaksanakan kerja bakti dan tetap menjaga lingkungan sekitar agar tetap bersih dan tidak kotor.

Dilain sisi, kami juga membantu pembagian sembako yang dilaksanakan disebuah masjid besar dekat daerah kami berada yang merupakan serangkaian dari Festival Muharram dilaksanakan. Pembagian sembako tersebut dilaksanakan di sore hari setelah asar, sembako yang dibagikan sebanyak 150 kantong dengan berat 2,5 kg. Masyarakat sekitar yang menerima adalah mereka yang merupakan kaum duafa atau yang kurang mampu. Kegiatan ini merupakan serangkaian kegiatan penutup dari kegiatan Muharram yang diakhiri dengan buka bersama masyarakat sekitar khususnya warga Muhammadiyah.

Sabtu

Minggu berganti bulan, waktu untuk mengukir kisah di Makassar hanya tinggal sedikit lagi. Kami yang semakin dengan dengan Ibu dan Bapak RT merasa seperti telah menjadi anaknya sendiri, selain kami sering menghampiri rumahnya untuk singgah dan sekadar berbincang atau membuat makasan untuk makan bersama, kami juga menginap disana. Bersama beliau yang sudah seperti orang tua, kami merasa tentram dan nyaman. Pernah kamidiajaknya ke sebuah tempat yaitu Tanjung Bayang, yaitu sebuah pantai yang berada di pinggir jalan. Keindahan sore disana sangat memesona, dari sana kami dapat menyaksikan swastamita yang begitu indah.
Mengunjungi tempat wisata juga merupakan kenangan yang boleh diukir saat mengunjungi tempat yang jarang disinggahi. Ya, Maros. Disanalah kami mencoba mengukir cerita, dengan mengunjungi tempat wisata, Leyang-leyang, Rammang-rammang dan penangkaran kupu-kupu. Disanalah kami mengetahui banyak hal, sejarah mengenai Makassar dapat kami lihat disana. Mengenai lukisan tertua yang berupa telapak tangan manusia di Goa serta bekas kehidupan yang berada di dalamnya. Namun untuk mengunjungi tempat ini tidak dapat dijangkau dengan angkutan umum, tetapi hanya bisa dengan transportasi pribadi. Sehingga kesempatan untuk berkunjung ke tempat wisata tidak dapat kami hindari atau urungkan diri.
Losari, sebenarnya tempat ini kami kunjungi diawal baru sampai Makassar. Modal nekat dan bersama-sama, kami berani menaiki Grab demi mencapai lokasi karena keterbatasan trasnpotasi. Maklum, kami berada di kota yang sudah banyak alternatif jika tidak memadai. Malam itu kami mengunjungi Losari dengan tujuan mencari tempat berbincang yang renyah untuk membahas kesuntukkan kami kala itu mengenai keberadaan kami selama di Makassar. Di Losari, terdapat komunitas binatang yang membiasakan bianatang tersebut berada disekitar masyarakat seperti Ular dan Iguana.
Malam disana memang tak terlihat apa-apa selain cahaya lampu pinggiran jalan dan juga para orang yang berjualan, namun ditempat seramai itu banyak pula komunitas yang memanfaatkan untuk penggalangan dana acara atau bantuan sosial lainnya bagi yang membutuhkan.
Akarena yang berdekatan dengan Trans Studio Makassar, siapa yang tak ingin singgah ke dua tempat ini? Biasanya wisatawan akan selalu singgah kesini menikmati Arunika bahkan Swastamita dari pantai yang satu ini, selain dapat melihat dari ujung keujung lautan nan luas, pengunjung juga tak meninggalka moment berfoto di tempat ini dengan pesona keindahannya yang luar biasa. Selian itu Trans Studio yang berada di Makassar menjadi ajang bergengsi dengan Bandung yang juga memiliki Trans Studio. Sehingga kurang pas rasanya jika tak mengunjungi tempat ini.
Sebagai wisatawan jauh, yang berkunjung ke sebuah tempat baru ia pasti akan selalu tertarik untuk mencari oleh-oleh untuk teman, sahabat, orang yang disayang atau sanak saudara nan jauh disana. Selain dapat mencarinya disekitaran Losari, juga dapat mencarinya di dekat-dekat Panakkukang dan Somba Opu. Disana tersedia berbagai macam oleh-oleh yang berupa kain sutera khas Makassar, sarung, peci, baju/kaos, serta makanan kering yang ada di toko oleh-oleh di Makassar. Selain itu juga ada minyak gosok khas Makassar yang dijadikan oleh-oleh para wisatawan, terkadang juga mereka membeli sirop DHT yang biasa digunakan untuk membuat Es Pisang Hijau.
Makanan khas Makassar juga menjadi sasaran jika sudah berkunjung kesana, semua makanan yang tidak lepas dengan jeruk nipis menjadi kekhasan tersendiri bagi pengunjung. Namun yang sangat digemari yaitu Coto Makassar, olahan khas Makassar yang berisi daging sapi dengan kuahnya yang lezat membuat semua orang tidak ingin melewatkannya. Coto Makassar biasanya dihidangkan dengan mangkuk kecil dan biasa disantap dengan ketupat kecil. Bahkan ada sebuah warung Coto yang memberikan ketupat gratis atau makan ketupat gratis bagi para pembeli Coto tersebut.
Namun warung ini buka setelah subuh dan akan tutup jika sudah pukul jam 9 pagi. Selain itu makan khas Makassar juga ada Pisang Epe, yang diolah dengan cara dibakar dan digeprek dengan alat khasnya, kemudian dibakar lagi dan diberi lumeran gula jawa jika yang original atau ditambahkan dengan coklat, keju atau toping lainnya sesuai selera pembelai. Kemudian ada Pisang Pepe, bedanya pisang ini di digeprek dan digoreng dengan tepung roti. Ada lagi Ayam Palekko, Mie Titi, Sarabba (air jahe), Barobbo, dan masih banyak lagi yang wajib disantap jika sudah berkunjung ke Makassar.

Minggu

Hampir dua bulan sudah kami berada di Makassar, banyak suka dan lebih banyak duka yang membuat kami terlontang lantung karena miskomunikasi tersebut. tetapi dengan demikian kami dapat mengambil hikmah dari ini semua, dengan beginilah Allah menyusun skenario terbaiknya dengan mengumpulkan kami bersama orang-orang baik pilihan-Nya.
Bersama Bapak Dekan dan Wakil Dekan, Ibu Koordinator yang siap mendengar curah resah kami selama hampir dua bulan, bapak RW dan ibu RW yang memberi tahu kepada kami batasan-batasan serta apa saja yang boleh serta jangan berlebihan untuk kami lakukan. Kemudian bapak RT dan Ibu RT yang menganggap kami layaknya anak serta kami yang juga telah menganggapnya sebagai orang tua kami di Makassar.
Disana kami diberikan tempat terbaik agar lebih mudah menjalankan kegiatan KKN selama dua bulan tersebut. mungkin hal lain yang lebih buruk akan terjadi jika kami tidak disana kala itu. Itulah hal yang wajib disyukuri oleh setiap kami.

Diakhir perjumpaan, kami mengadakan makan bersama-sama dengan warga dan mengundang Dekan/Wakil Dekan beserta pak Lurah, pak RW dan pak RT. Hidangan yang kami siapkan bukan hanya khas daerah kami namun juga khas Makassar seperti Ayam Palekko yang diolah oleh kami dibantu dengan kakak yang asli orang Makassar. Namun disaat kami hendak membuat makanan khas daerah kami, ada beberapa bahan sayuran yang tidak tersedia disini, sehingga kami menggantinya dengan yang lain. Daun tangkil yang diganti dengan daun singkong contohnya. Tetapi masakan yang kami buat tetap lezat dan enak disantap.
Acara makan-makan tersebut juga menandakan berakhirnya masa KKN kami di daerah tersebut dan kami akan kembali ke Jakarta, sehingga kami memohon maaf serta berpamitan dengan warga dan pihak-pihak lainnya atas bantuan serta kerjasama selama kurang lebih dua bulan. Serta dilain waktu pula kami berpamitan dengan pihak kampus FKIP Unismuh yang sudah siap sedia dan cepat tanggap atas segala keluh dan kesah kami selama di Makassar. Semoga kedepannya kerjasama yang dijalankan bisa lebih baik lagi antar universitas, baik bagi Unismuh dan UMJ atau universitas lainnya. Agar tidak lagi terjadi miskomunikasi baiknya dari jauh-jauh hari sudah dikomunikasikan dengan matang.

Arunika

Beberapa jam sebelum kepulangan, kami sudah siap dengan barang bawaan kami yang disusun rapi serta tiket penerbangan kami. Semalaman suntuk kami tak bisa tidur, hingga akhrinya kami terlelap beberapa puluh menit yang kemudian tepat pukul 4 pagi yang menandakan masih pukul 3 WIB kami sudah diminta untuk bersiap-siap karena bis dari Unismuh sudah menjemput.
Tepat pukul 5 kami berangkat menuju bandara, selama perjalanan kami sudah tak bisa tidur lagi. Banyak berbincang membicarakan hal kemarin yang nanti sudah tak terulang lagi, tentang Nasi Goreng Mas Dar, Ayam Krispi dan Martabak yang biasa disebut orang Makassar Terang Bulan. Saya yang sibuk dengan alam sekitar tak sengaja menemukan Arunika diantara barisan pepohonan yang berjejer rapi sepanjang perjalanan menuju bandara.
Arunika, yaitu saat matahari terbit dari arah timur. Bahasa sansekerta yang begitu unik dan menarik dan belum ada di KBBI memiliki kesan tersendiri bagi saya. Sehingga tidaklah jarang saya menyempatkan diri mengabadikan kenangan yang begitu indah tentang Arunika. Arunika pagi ini adalah yang terakhir saya lihat di Makassar, yang beberapa jam kemudian adalah keindahan ibu kota dengan mobil mewah dan gedung-gedung menjulang tinggi yang sudah dua bulan lamanya tak hinggap dari pandagan mata.
Sesampainya di bandara, saya tidak pernah lupa mengabadikan gambar. Sejak saya sadar bahwa setiap moment adalah wajib diabadikan sebagai kenangan selain tulisan, yang dimasa mendatang menjadi bukti bahwa kita pernah singgah bahkan mungkin esok akan menetap disana.

Pesawat kami hampir lepas landas dan kami segera berpamitan dengan pendamping kami. Banyak kenangan yang nantinya akan membuat kami selalu ingat, semoga bisa kembali singgah!

Ibarat sebuah mimpi, ketika kita pergi saat Swastamita menyapa dan kembali saat Arunika datang menyinari.
Selamat tinggal Makassar,
Selamat datang Jakarta!

Biodata Penulis
Nama : Aulia Yumna R
Ttl : Kalianda, 22 Februari 1997
Email : auliaallah222@gmail.com

Tinggalkan komentar