ANALISIS PERBANDINGAN PEMEROLEHAN BAHASA ANAK USIA 2 TAHUN PADA ASPEK FONOLOGI

ANALISIS PERBANDINGAN PEMEROLEHAN BAHASA ANAK USIA 2 TAHUN PADA ASPEK FONOLOGI

(Aulia Yumna R & Siti Halimah Fauziah)

 

Abstrack

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui perkembangan pemerolehan  unsur fonologi menyangkut perkembangan fonologi dua anak perempuan berusia dua tahun.. Penelitian ini dilakukan pada satu keluarga yang mempunyai latar belakang kehidupan ekonomi yang memadai. Berdasarkan hasil penelitian, untuk menganalisis data dalam penelitian ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu ; Pertama, menunjuk beberapa gambar binatang dan buah-buahan. Kedua, mengarahkan agar kedua anak tersebut menyebutkan gambar yang telah disediakan oleh peneliti. Ketiga, setelah memperoleh data, data tersebut kemudian ditrankripsikan menjadi sebuah tulisan dan tabel agar peneliti lebih mudah dalam menelaah. Keempat, mendeskripsikan perubahan fonem yang diujarkan oleh kedua anak tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari 20 tuturan yang diucapkan anak usia dua tahun yang menjadi sampel dalam penelitian ini, terjadi perubahan bunyi lebih cenderung pada salah satu anak perempuan yang berusia dua tahun.

 

Pendahuluan

Setiap bayi yang terlahir kedunia selalu mengeluarkan tangisan, sebagai sarana komunikasi pertamanya kepada orang tua dan orang-orang sekitar. Tangisan bayi tersebutlah yang akan mengembangkan senyuman kebahagiaan kedua orang tua dan orang-orang sekitar yang mengetahui awal kehadirannya di dunia ini. Selanjutnya di hari-hari berikutnya bayi yang baru lahir tersebut akan sering lebih diajak berkomunikasi dengan ibunya dan juga ayahnya. Ibunyalah yang nantinya akan mengajarinya bahasa pertamanya baginya, bahasa apa yang hendak diajarkan kepada bayi tersbut adalah bagaimana ibunya mengajarkannya. Meski pada kenyatannya bayi tersebut belum dapat merespon apa yang dikatakan oleh orang sekitar yang mengajaknya berinteraksi namun dari sana ia dilatih untuk dapat membiasakan diri mendengar aoa yang orang katakan kepadanya.

Tangisan itu menandakan kenormalan bayi dan satu-satunya cara untuk ia berkomunikasi sebelum mampu membahasakan apa yang hendak ingin diungkapkan, menurut Kaswanti (1990:101) tangis membantu si bayi untuk membiasakan diri dengan aliran udara yang keluar masuk lewat rongga suara, dan juga untuk mengenali pola pernafasannya yang berubah. Karena bunyi bahasa berasal dari larynx, rangsangan awal seperti itu sangatlah penting. Pada saat bayi menangis itu maka pola pernafasan yang berubah akan berkembang menjadi hembusan nafas panjang yang akan menghasilkan bunyi bahasa.

Bahasa anak terkadang sukar diterjemahkan, karena anak pada umumnya masih menggunakan struktur bahasa yang masih kacau dan masih mengalami tahap transisi dalam berbicara sehingga sukar untuk dipahami oleh mitra tuturnya. Untuk menjadi mitra tutur anak dan untuk dapat memahami maksud dari pembicaraan anak, mitra tutur harus menguasai kondisi atau lingkungan sekitarnya. Ketika anak masih kecil berbicara mereka masih menggunakan media di sekitar mereka untuk menjelaskan maksud yang ingin diungkapkan kepada mitra tuturnya di dalam berbicara.

Dalam penelitian ini, dua orang anak perempuan yang berusia dua tahun merupakan saudara sehingga sering bertemu. Namun salah satu anak tersebut memiliki kepribadian pendiam dan satunya aktif sehingga terdapat perbedaan dalam fonologi yang terjadi pada diri masing-masing anak tersebut. Selain itu dari sudut latar belakang keluarga kedua anak itu memiliki suku yang berbeda dari kedua orang tuanya akan tetapi dari sudut pandang ekonomi dari kedua anak tersebut, salah satu orang tua dari anak itu tidak sama dalam hal pekerjaan. Salah satu dari kedua anak tersebut lebih sering memainkan gawai, sehingga tidak mudah ketika diajak berkomunikasi karena lebih fokus dengan gawainya.

METODE

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2016:2). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode kualitatif memiliki hasil data yang lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data yang ditemukan dilapangan (Sugiyono, 2016:8). Dengan kata lain metode ini mengasilkan data yang berupa gambaran bukan angka.

Objek dalam penelitian yang kami lakukan adalah dua anak perempuan yang berusia dua tahun yang bernama Agatha dan Zeitgeis. Pemerolehan data penelitian dilakukan dengan mengunakan bentuk studi observasi dengan cara mengambil suara kedua anak tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2018, di kedua rumah anak tersebut. Agar data penelitian  yang diperoleh lebih akurat, kami meggunakan beberapa penelitian berupa gambar-gambar binatang, gambar buah-buahan serta gawai sebagai alat perekam. Penelitian dilakukan dengan cara peneliti menunjuk beberapa gambar dan mengarahkan agar kedua anak tersebut menyebutkan hal-hal yang terdapat dalam gambar dan mengucapkan kata yang sudah diujarkan oleh peneliti. Setelah memperoleh data, data tersebut ditranskripkan menjadi sebuah tulisan dan tabel agar peneliti lebih mudah dalam membandingkan dan mendeskripsikan perubahan fonem yang diujarkan kedua anak tersebut.   

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata yang benar Bunyi bahasa Perubahan bunyi
Agatha Zeitgeis Agatha Zeitgeis
Bebek Bebek Wewe <b> dan <k> dihilangkan, sedangkan <b> menjadi <w>
Panda Panda Anda <p> dihilangkan
Cicak Icak Cak <c> dihilangkan <c> dan <i> dihilangkan
Unta Uta Ta <n> dihilangkan <u> dan <n> dihilangkan
Harimau Himaw Cimau <a> dan <r> dihilangkan <h>,<a> dan <r> dihilangkan, sedangkan <r> menjadi <c>
Sapi Capi Pepi <s> menjadi <c> <s> menjadi <p>, <a> menjadi <e>
Kuda Kudha da <h> ditambahkan <k> dan <u> dihilangkan
Tikus Ikus Kus <t> dihilangkan <t> dan <i> dihilangkan
Domba Bomba Ba <d> menjadi <b> <d>,<o> dan <m> dihilangkan
Kelinci kelici Cici j <n> dihilangkan <k>, <e>, <l>, <i>, <n> dihilangkan, sedangkan <ci> direduplikasi
         
Pisang Icang Isang <p> dihilangkan sedangkan <s> menjadi <c> <p> dihilangkan
Nanas Nanas Nanas
Melon Iyon Beyon <m> dan <e> dihiangkan, <y> ditambahkan <m> menjadi <b>, <l> menjadi <y>
Tomat Tomat

 

Mat <t> dan <o> dihilangkan
Jeruk Jluk Iyok <e> dihilangkan sedangkan <r> menjadi <l> <j>, <e> dan <r> dihilangkan. <y> ditambahkan. <u> menjadi<o>
Stroberi Ayi Stawbeli <s>, <t>, <r>, <o> dan <b> dihilangkan. <e> menjadi <a>, <r> menjadi <y> <r> dihilangkan. <a> dan <w> ditambahkan. <r> menjadi <l>
Anggur Anggul gul <r> menjadi <l> <a>, <n> dan <g> dihilangkan
Apel Apel Apel
Belimbing Imbing Bibing <b>, <e> dan <l> dihilangkan <e>, <l>, <m> dan <b> dihilangkan
Leci Eci Cici <l> dihilangkan <l> dan <e> dihilangkan. <c>,<i> direduplikasi.

Dari data di atas menunjukkan bahwa kesalahan pada fonetik artikulatoris. Fonetik artikulatoris mengkaji bunyi berdasarkan alat-alat ucap dalam artikulasi. Kesalahan yang terjadi dalam berbahasa yaitu perubahan bunyi.

Setelah menganalisis dan mendata kata yang diucapkan oleh kedua anak perempuan di atas, dalam ujarannya Agatha terjadi perubahan fonem pada konsonan [r] menjadi [l] yang berada diakhir kata seperti pada kata [anggur] menjadi [anggul]. Perubahan konsonan [s] menjadi [c] yang berada diawal kata seperti pada kata [sapi] menjadi [capi]. Perubahan konsonan [d] menjadi [b] yang berada diawal kata seperti pada kata [domba] menjadi [bomba].

Kemudian ada beberapa suku kata yang Agatha sederhanakan. Dalam bukunya (Chaer, 2009:216) menyebutkan bahwa proses struktur suku kata yaitu kecenderungan kanak-kanak menyederhanakan struktur suku kata.

Berikut kata-kata yang Agatha sederhanakan:

<panda> menjadi [pada]

<Unta> menjadi [uta]

<Harimau> menjadi [himau]

<Tikus> menjadi [ikus]

<Kelinci> menjadi [kelici]

<Belimbing> menjadi [imbing]

Berdasarkan kata-kata di atas, Agatha mereduksikan satu klaster konsonan menjadi satu konsonan saja.

<Melon> menjadi [iyon]

<Jeruk> menjadi [jluk]

Berdasarkan kata di atas, Agatha menggugurkan suku kata yang tidak mendapat tekanan suara.

<Stroberi> menadi [ayi]

<Cicak> menjadi [icak]

<Leci> menjadi [eci]

<Pisang> menadi [icang]

Berdasrkan kata di atas Agatha menggugurkan konsonan awal.

Berbeda halnya dengan Zeitgeis, perubahan foenm yang terjadi pada ujarannya lebih banyak menyederhanakan suku kata bila dibandingkan dengan Zeitgeis. Berikut conrtoh kata yang Zeitgeis sederhanakan:

<Bebek> menjadi [wewe]

<Sapi> menjadi [pepi]

<Melon> menjadi [beyon]

<Leci> menjadi [cici]

Dari beberapa kata di atas, Zeitgeis mengasimilasikan kata tersebut. Yakni kecenderungan untuk mengasimilasikan satu segmen keapda segmen lain dalam satu kata (Chaer, 2009:215).

Proses asimilasi tersebut dikategorikan kedalam beberapa proses. Pada kata di atas tergolong kedalam proses asimilasi penyuaraan, karena bunyi konsonan cenderung disuarakan bila muncul pada akhir suku kata.

<Cicak> menjadi [cak]

<unta> menjadi [ta]

<kuda> menjadi [da]

<tikus> menjadi [kus]

<domba> menjadi [ba]

<tomat> menjadi [mat]

<anggur> menjadi [gul] dan merubah fonem pada konsonan [r] menjadi [l]

Pada kata di atas, Zeitgeis menyederhanakannya dengan hanya menyebutkan suku kata terakhirnya saja.

<bebek> menjadi [wewe]

<kelinci> menjadi [cici]

Pada kata di atas, Zeitgeis mereduplikasi suku kata akhirnya saja.

<stroberi> Menjadi [Stawbeli]

<belimbing> Menjadi [Bibing]

Pada kata di atas, mengalami proses struktur suku kata dan tergolong dalam reduksi klaster. Dari 20 data yang di peroleh, terdapat banyak kata yang disederhanakan oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Dari hasil analisis dan pengelohan data, perubahan fonem pada anak usia batita lebih banyak terjadi pada anak perempuan. Hal ini dapat terlihat untuk anak lakilaki bahwa data menyebutkan ia tetap mampu menyebutkan kata <Cicak> dengan jelas. Sedangkan untuk anak perempuan saat menyebutkan kata <Cicak> hanya mampu mengucapkan kosa kata akhirnya saja yaitu menjadi [Cak].

Kesalahan pengucapan fonem yang  terjadi pada kedua anak tersebut termasuk ke dalam gangguan pelafalan. Gangguan pelafalan ini disebabkan oleh faktor usia yang menyebabkan alat ucap yang digunakan untuk berbicara belum lengkap atau belum sempurna. Gangguan artikulasi ini dapat menyebabkan perubahan beberapa huruf. Seperti yang telah di kemukakan (Chaer, 2009:214) bahwa pemerolehan setiap bunyi tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan secara perlahan-lahan sesuai dengan tingkat perkembangan seorang anak tersebut.

 

KESIMPULAN 

Berdasarkan hasil dari analis data, hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. Terdapat perbedaan perubahan bunyi pada kedua anak perempuan yang bernama Agatha dan Zeitgeis yang berusia 2 tahun yang menjadi responden dalam penelitian ini. Agatha lebih banyak menyederhanakan kata. Sedangkan Zeitgeis lebih banyak menyebutkan kosa kata akhirnya saja pada satu kata dibandingkan dengan Agatha yang lebih terdengar sedikit lebih jelas dalam mengucapkan satu kata secara utuh.

 

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik. Jakarta:Rineka Cipta.

Muslich, Mansur. 2015. Fonologi Bahasa Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.

Waridah. 2016. Pemerolehan Fonologi dalam Perkembangan Bahasa Anak.Jurnal Bahasa Indonesia.

Prosiding. 2015. Perubahan Bunyi Fonem pada Kosa Kata Bahasa Indonesia dalam Kosa Kata Melayu Thailand.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta

Tinggalkan komentar