Analisis Novel “BELENGGU” oleh Dini Septiana

  1. Biografi pengarang novel Belenggu Arjin Pane

Armijn pane lahir di muara sipongi, tapanuli pada tanggal 18 agustus 1908. Dia mengunjungi stovia jakarta, tahun 1923; pindah ke NIAS di surabaya, tahun 1927, lalu kerana hendak mengambil jurusan bahasa dan sastra, pindah ke AMS afd. 1 di solo.

Pernah bekerja sebagai wartawan, menjadi guru, dan sejak 1936 bekerja di balai pustaka. Semasa pemerintahan jepang, bekerja di pusat kebudayaan, jakarta, sebagai kepala bagian kesusastraan. Ketua muda angkatan baru seniman-seniman dari kantor tersebut. Pendiri majalah pujaga baru bersama dengan St. Takdir dan Amir hamzah.

Selain mengarang prosa juga mengubah puisi walaupun menurut pendapat beberapa kritikus sebagai penyair dia kurang berhasil. Banyak pengarang cerita sandiwara, menulis esai dan cerita pendek. Kumpulan cercepennya yang ditulis antara tahun 1932-1952, diterbitkan oleh Bp tahun 1953 berjudul kisah antara manusia. Kumpulan sajaknya jiwa berjiwa. Bukunya yang dinamai jinak-jinak merpati adalah kumpulan drama: lukisan masa, nyai lenggang kencana, setahun di bendahulu, kami perempuan, jinak-jinak merpati, antara buni dan langit (yang pernah menghebohkan ketika difilm kan, karena ada adegan-adegan cium dalamnya) dan barang tiada berharga. Membangun hari ke dua adalah sebuah terjemahan, karya ilja ehrenburg. Armijn pane adalah adik pujaga sanusi pane.

  1. Sinopsis Novel Belnggu

Pengarang               : Armijin Pane

Penerbit                  : Dian Rakyat

Tebal Buku             : Original 150 Halaman

Kota terbit              : Jakarta

Rumah tangga Tono dan Tini tidaklah rukun dan bahagia walaupun ditinjau dari segi material mereka tidak berkekurangan. Ada seolah dinding yang membatasi keduanya. Masing-masing mencari kesalahan pada diri yang lain. Mereka tidak mau mengintrofeksi diri masing-masing, melihat dimana kekurangannya dan meperbaiki mana yang dapat diperbaiki. Masing-masing bersifat egois, mementingkan diri sendiri, tidak ada yang mau mengalah. Karenanya, jurang perpisahan makin lama makin dalam saja.

Kalau ketika baru menjadi suami istri orang sering melihat mereka keluar bersam-sama, kini sudah jarang sekali, malah hampir tak pernah lagi. Di rumah pun demikian, masing-masing bersifat dingin terhadap yang lain dan bersikap tidak perduli terhadap kekakuan pergaulan mereka. Tak pernah lagi mereka duduk bercengkrama sebagai suami istri, malah sikap masing-masing seperti tidak lagi perduli – memperdulikan.

Tono menuduh Tini yang salah karena sikapnya dingin. Dia tak dapat dan tak mau memberikan cintanya kepada suaminya karena terus dan tetap terbelenggu oleh cinta lamanya, kepada seseorang yang telah menambat hatinya dulu. Tono tahu itu karena ketika Tini menerima pinangan Tono dulu, dia berkata bahwa dia mau mengabdi kepada Tono sebagai istri, tetapi tidak dapat memberikan cintanya karena cinta itu telah diberikannya kepada orang lain. Tono tak peduli, dia ingin menang dan berharap bahwa Tini akan mengubah kepribadiannya setelah mennjadi istrinya.

Sebenarnya Tono mungkin dapat memenangkan cinta Tini kemudian setelah Tini menjadi istrinya, kalau saja Tono memperhatikan kebutuhan Tini terutama segi batinnya Tini merasa disepelekan. Tono lebih mementingkan pasiennya dari pada istrinya dan ketika hubungan mereka makin merenggang, Tono kembali memercayakan segala-galanya kepada pembantunya yang dibawanya sejak dia kasih bujang yaitu Karno. Tini tak mau perlakuan seperti itu, dia tak mau kurang dari dari pelayan. Tono terlalu mementingkan pekerjaanya, menghabiskan waktunya dengan pasien-pasienya, membiarkan sang istri sepanjang hari kesepian sendiri di rumah. Jiwa Tini haus akan cinta dan dia mau agar sebagai lelaki tono harus merebut cintanya, tetapi hal itu tidak dilakukan Tono. Namun, tindakan Tono ini pun sebernarnya sebagai suatu pembelasan atas sikap istrinya yang dirasakan kurang memerhatikan dia, kurang memberikan kepuasan batin kepadanya sebagai suami. Memang Tini terlalu tinggi hati, dia tak mau menjadi budak suami, tak mau dibawah perintah suami, mengiginkan suaminya lah yang harus berusaha memahami dia, tetapi sebaliknya tidak ditunjukannya. Disinilah letak semua kesalahan semua kesalahan dalam rumah tangga Tono dan Tini.

Bagi suami, rumah tangga yang seperti itu suasananya merupakan neraka dan biasanya mereka akan mencari hiburan diluar. Demikian juga dengan dokter sukartono, dia makin tak betah dirumah. Tak pernah lagi ia mendengar lagi kata-kata yang lemah lembut dari istrinya, istrinya tak dapat memberikan kebahagiaan kepadanya, sedangkan dia haus akan semua kasih sayang, kehalusan, ketenangan. Akhirnya tak heranlah apabila ia tergoda dan tertambat pada Rohanayah alias Nyonya Eni, pasiennya, yang dengan sengaja berusaha menggodanya. Nyonya Eni baru saja diceraikan oleh suaminya. Dia datang kejakarta dari sumatra, tinggal disebuah hotel dan melihat dalam buku telepon nama dr. Sukartono. Dia teringat akan Sukartono kawan sekolah di Mulo dahulu, orang yang secara diam-diam dicintainya. Dia tahu bahwa Sukartono melanjutkan pelajarannya ke sekolah dokter dan kemungkinan dokter ini dr. sukartono yang itu. Tono diteleponya dan dokter ini datang. Ketika diperiksa, tanpa diminta Nyonya Eni menyingkapkan kimononya akan menggoda dr. Tono. Tetapi usahanya tak berhasil. Tono masih setia pada sumpah jabatanya. Tono tidak lagi mengenal Eni alias Rohanayah, tetapi Rohanayah masih mengenal dia. Kalau dulu dia tak dapat memiliki Tono, kini dia ingin memilikinya dengan jalan lain, jalan yang rendah sekalipun, karena cara itu sedah biasa baginya.

Ternyata Nyonya Eni tidak sakit (menurut pemeriksaan Tono), namun diberinya juga resep. Ny, Eni minta agar Tono sering-sering datang menjenguknya. Akhirnya Tono datang lagi dan begitu seterusnya dan tiap kali pasien Ny, Eni menadapat giliran terakhir agar Tono dapat berlama-lama di sana. Jiwanya yang hampa dengan kelembutan wanita kini terisi. Disisi Ny. Eni dia selalu merasa senang, bahagia kebutuhan batinya dipenuhi. Tutur kata Ny Eni lemah lembut merayu, sikapnya manis dan menagkapkan kasih sayang yang tidak diabuat-buat. Inilah yang menambat Tono. Apa yang tidak di dapatnya di rumah, ditemukanya di sini. Dan Ny Eni alias Rohanayah yang pada mulanya berniat jahat, sekarangberubah. Dia benar-benar memiliki Tono dengan cintanya, dia mau meninggalkan lapangan hidupnya yang lalu, yang rendah, asal saja Tono menjadi miliknya.

Dari hotel Ny. Eni pindah ke sebuah rumah sewaan. Ditinggalkan alamatnya di hotel dengan sengaja, mau mengetahui sudah seberapa jauh pengaruhnya kepada Tono. Ternyata Tono kecewa ketika dia datang ke hotel itu lagi dan Nyonya Eni telah tidak disana. Dia pergi, tetapi kemudian kembali lagi dan kemudian menanyakan alamat Ny, Eni, kalau-kalau ada yang ditinggalkannya. Begitulah akhirnya rumah Ny. Eni ditemukan dan kemuadian sudah bukan rahasia lagi bila rumah Rohanayah ini menjadi rumahnya yang kedua. Di sana dia merasa berbahagia dan kehidupan ini menjadi bercahaya-bercahaya lagi. Dengan sendirinya perkawinannya yang sudah sangat retak itu, kini teranca kehancurannya.

Desas-desus orang di luaran tentang istri piaraan  Tono sampai juga ketelinga Tini, tetapi dia baru percaya ketika mendengar pamannya di Solo ketika dia berkunjung ke sana tentang istri piaraan Tono itu. Darah wanitanya yang tak mau di saingi mendidih. Dengan segera dia kembali ke Jakarata. Dia ingin segera mengadakan perhitungan dengan perempuan yag telah berani merebut tono itu. Dalam hatinya tini mengakui bahwa dia tidak mencintai Tono lagi, tetapi dia tidak mau dikalahkan oleh seorang wanita yang lebih rendah martabatnya dari padanya. Apalagi permpuan yang telah jatuh ke lembah kehinaan seperti itu. Tidak dia tidak mau menyerah begitu saja.

Setibanya dijakarta dia langsung perginkerumah Nyonya Eni alias rohanayah. Dipakainya mobil yang tak pernah dipakai Tono ke sana sehingga Yah tidak lekas mengetahui bahwa dia istri tono. Melihat mobil dokter kehalaman rumahnya dikemudikan oleh seorang wanita, Rohanayah agak heran. Tini segera turun dari mobilnya, tetapi dia ragu-ragu sebab nama yang terpampang di rumah itu lain, Rohanayah. Dia memberanikan diri bertanya inikah rumah Hayati? Hayati nama Rohanayah sebagai penyanyi. Nama itu didapatnya dari supir tono. Rohanayah membenarkan.

Muka tini segera menjadi merah. dia salah sangka, bayangannya tentang Hayati sangat lain. Wanita yang berdiri di hadapannya ini sangat cantik dan tidak ada tanda-tanda bahwa dia wanita jahat. Suara Yah tenang, menguasai diri, membuat sifat sombong Tini tersinggung. Sikap yah tidak di sukainya. Apalagi setelah ia melangkah kedalam dan melihat di ruang dalam ada buku-buku tono diatas meja, dia tidak menanti duduk lagi, tapi mulai melontarkan kata-kata caian terhadap Yah. Semua kata kasr tini itu sambut rohanayah sangat tenang. Setelah tini selesai disuruhnya Tini duduk  dan barulah ia dia menjawab. Tuduhan tini bhawa dia merebut suami oang  disangkanya.kesalahan terletak didiri tini sebgai seorang istri. Jika kebutuhan batin suami bisa didapatkannya dirumah dia tidak akan mencarinya diluar. Tetapi yah tahu dengan pasti bahwa tini sebagai istri telah gagal, itu sebabnya tono datang kepadanya. Dia mencintai tono dan karena cintanya itulah dia ingin membahagiakan tono. Akhirnya dia meneplak tini yang tadinya mencacinya, mengingatkan tini akan perbuatannya dengan seorang mahasiswa Fakultas teknik  dibandung dulu sebelum tini menjadi istri tono. Tini juga sama rendahnya dengan dia.

Semua perkataan yah memukul muak tini. Dia insaf sekarang akan kesalahanya dan akan ke gagalannya sebagai istri. Benar memang dia tidak dapat memberiakan apa-apa lagi kepada Tono. Dia mesti mengalah dan menyerahkan tono. Tetapi rohanyah menolak. Namun setelah dipaksa oleh tini dia berjanji memenuhi permintaan tini itu. Tini menignggalkan rumah rohanayah denganperasaan lega. Dalam hatinya telah disusunya keputusan yang tegas. Dia akan meminta cerai denga tono supaya tono tidak lagi terikat padanya. Hubungan mereka tidak perlu dipertahankan lagi karenadia tak dapat memenuhi kewajibanya  sebagai istri yang baik. Dia tidak dapat memberikan cinta dan kebahagiaan kepada tono. Pada malamnya, dia minta berunding dengan tono. Dia minta diceraikan dan sesudah itu dia akan ke surabaya akan bekerja disana. Tono ragu-ragu, meragukan nasib tini dan rupanya belum sama sekali habis cinta kepada tini. Dia menolak usulan tini untuk bercerai tetapi mengusulkan supaya mereka berpisah saja dulu dan nanti bila tini igin kembali, dia akan menjeput tini. Tetapi tini tetap kepada keputusannya.

Tiga hari kemuan tiniberangkat kesurabaya. Sebelum itu tono tidak muncul-muncul di rumah rohanayah atas permintaan rohanayah karena istrinya akan berangkat. Setelah tini pergi tono langsung kerumah rohanayah, tetapi alangkah terkiejut dan kecewanya ketika dia tiba di sana, dilihatnya banyak orang-orang mengangkat barang-barang rohanayah ke luar. Di ketahui nya bahwa rohanayah telah pergi dan meninggalkan baginya geramapun dengan pringan hitam yang berisi lagu-lagu hayati untuk kenangan tono. Lemah lunglai tono menghadapi kenyataan ini. Tini telah pergi dan sekarang rohanayah juga pergi meninggalkannya. Tak maklum dia bahwa kata-kata yang disampaikan kepada rohanayah hasil rumdingannya dengan tini melukai hati yah. Rohanayah tak mau memiliki tono jika dia masih juga tergantung kepada tini karena tono hanya ingin dimilikinya sendiri tak mau ia membaginya dengan orang lain.

Pada sebuah kisi-kisi kapal seorang wanita memandang jauh kedepan. Dia rohanayah alias Nyonya eni alias hayati alias yah yang akan berlayar menuju New celondia pulai lautan teduh akan meneruska hidupnya disana sebagai pekerja kontrak. Dia akan membawa dirinya dan hatinya yang kecewa kesana.

  1. Unsur Ekstrinsik

Unsur ektrinsik merupakan unsur luar yang turut mempengaruhi terciptanya karya sastra. Unsur ekstrinsik juga meliputi biografi pengarang, keadaan masyarakat saat karya itu dibuat, serta sejarah. Dari novel belenggu ini kita dapat melihat atau gambaran budaya dan keadaan masyarakat pada masa itu masa dimana karya itu dibuat.

  1. Nilasi sosial

Dalam novel yang di tulis oleh Armijn pane pada masa Punjaga Baru ini banyak mengandung nilai masyarakan baik kebiasaan masyarakat pada masa itu. Dalam cerita ini jelas sekali menggambarkan semangat merdeka yang tergambarkan pada sosok seorang istri dokter yang merasa telah terbelenggu oleh kebiasaan dan ikatan, yang membuat ia memberontak dan untuk menggapai kebebasan.

  1. Nilai budaya

Nilai budaya yang terkandung yaitu seorang istri yang tidak berpergian keluar rumah harus dengan istrinya, yang seolah-olah kebebasan seorang itri telah di belenggu

  1. Nilai ekonomis

Nilai ekono dalam cerita ini ada bagian dimana seorang yang lebih mapan dalam masyarakat akan lebih disegani seperti dokter sukartono dan isterinya sangat di segani di masyarakat dalan novel Belenggu ini

  1. Unsur Intrinsik

Merupakan unsur dari dalam yang mempengaruhi terciptanya karya sastra, yang berupa tokoh, perwatakan, alur/plot, sudut pandang, amanat, latar, gaya bahasa. Dalam kesempatan ini, menganalisis novel “Belenggu” novel ini sangat menarik dan berbeda ngen novel lain pada masa itu, novel ini kalau kita baca segera akan tanpak komposisi ceritanya sungguh lain. Armijn pane tidak mulai dari awal, tiba-tiba saja kita sudah dihadapakan kepada tokoh-tokohnya yang belum kita kenal. Tono yang bertengkar dengan Tini dengan karena block note tempat mencatat alamat pasien yang menelpon tidak ada dekat telepon. Maka dari itu novel ini sangat menarik dianalisis dan dibaca.

  1. Tema

Tema adalah tgagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu karya. Tema yang tergolong dalam novel belenggu ini adalah tema tradisional yang mana hal-hal yang dianggap otomatis terjadi sendiri dimasyarakat. Dan tema novel belenggu ini adalah “perselingkuhan mengundang perpisahan”. Seorang dokter yang berselingkuh dengan pasiennya yang beralasan istrinya sikapnya berbeda yang membuat dia berselingkuh dan berahir dengan perpisahan dokter tidak mendapat keduanya justru sebaliknya istrinya meninggalkannya dan selingkuhannya juga pergi karna dia tidak mau bersama dokter karna kasihan saja.

  1. Tokoh

Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Dalam novel yang akan di analisis akan di jabarkan nama-nama tokoh dalam cerita Belenggu.

  • Dokter Sukartono (Tono)
  • Sumartini (Tini)
  • Siti Rohayah (Yah)
  • Nyonya sutatmo
  • Nyonya sumarjo
  • Nyoya Padma
  • Putri Aminah
  • Nyonya Rusdio
  • Karno
  • Hartono
  • Mangunsucipto
  • Abdul
  • Mardani
  1. Perwatakan

Penokohan atau karakterisasi sering juga disamakan artinya    dengan karakter dan perwatakan, yakni menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dalam sebuah cerita. Penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (1998:165). Sebagain tokoh – tokoh karya fiksi adalah tokoh – tokoh rekaan yang dimaksud tokoh cerita adalah individu rekaan yang mengalami cerita kendati berupa rekan atau hasil imajinasi pengarang, masalah penokohan tidak bisa dipisahkan dari suatu karya sastra dan merupakan suatu bagian yang penting dalam membangun sebuah cerita (Nurgiyantoro,1994:66). Adapun watak tokoh atau penokohan dalam novel belenggu, yaitu sebagai berikut:

  • Dokter Sukartono (Tono) ; seorang dokter yang mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi. Dia terkenal dokter yang dermawan dan penolong. Dia termasuk seorang yang sangat mencintai pekerjaannya. Berikut penggalan ceritanya.

Kata orang: “dia tiada mata duitan, kalau dia tahu si sakit kurang sanggup membayar, dia lupa mengirim rekening.”

  “tetapi,” kata seorang lagi, “kalau dia dipanggil tengah malam, suka juga.”Memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, berikut penggalan ceritanya.Pikiran kawan-kawannya akan terkabul, Sukartono akan patah di tengah jalan, kalau pada suatu ketika tiada surat dari saudaranya, mengatakan nakanya masih bayak yang perlu juga diteruskan pelajarannya, karena dia tahu, lebih bijaksana kalau perasaan tanggung jawab Sukartono disinggung. Memang perasaan tanggung jawab keras padanya.

  • Sumartini (Tini) ; perempuan modern yang mempunyai masa lalu yang kelam karena bebas bergaul. Dia selalu merana kesepian karena kesibukan suaminya yang tak kenal waktu dalam mengobati orang sakit sehingga melupakan dan membiarkannya dirumah seorang diri.

Watak tini pemarah, seperti tercermin dalam penggalan cerita berikut:

Karno tiada suka akan Tini, sebab tini marah-marah saja, karena kesalahan yang kecil-keci sekalipun, bahkan kerap kali tiada salahnya sama sekali. Tini merupakan wanita yang berparas cantik, memiiki bentuk tubuh yang ramping langsir, seperti yang tercermin dalam penggalan cerita berikut. Sukartono terkejut, memandang ke arah istrinya, tetapi ia sudah berpaling lagi, menuju ke kamar tidur. Menyala-nyala dalam hatinya, hendak terhambur kata marah dari mulutnya…. ah, alangkah cantiknya, ramping langsir, sikapnya menantang demikian itu. (halaman 19)

  • Siti Rohayah (Yah) ; perempuan yang harus menjalankan kawin paksa. Dia merasa frustasi, sehingga terjerumus kelembah kemistaan. Dia teman dokter sukarno yang secara diam-diam mencintainya.

Siti Rohayah adalah wanita nakal, berikut penggalan cerita yang menggambarkan bahwa Yah adalah wanita nakal. Perempun itu mengigit bibir, seolah-olah kecewa, ketika tangan Sukartono menutupkan kimononya, sambil kata Sukartono dengan pendek saja: “tidak perlu nyonya buka.”

  • Nyonya sutatsomo

Watak nyonya sutat somo adalah pembela, mengalah (dengan nyonya sumarjo yang mengatai dokter tono)

  • Nyonya Sumarjo

Watak Nyonya Sumarjo adalah watak yang suka menyindir dan sangat ketus hal ini terdapat dalam penggalan cerita sekali-kali nyonya sumarjo menyindir “istri tuan sungguh pandai main. Mengapa tuan tiada turut main?

  • Nyonya Padma

Watak nyonya Padma adalah peka terhadap lingkungan dan juga perasaan orang lain . takut menyinggung perasaan orang lain . hal ini terbukti didalam penggalan cerita “dengan segera dijawab oleh nyonya padma, yang merasa lega

  • Putri Aminah

Putri Aminah adalah orang yang suka berolok-olok, selalu ingin mengetahui urusan orang lain, seperti nampak pada penggalan crita berikut. Putri Aminah tertarik pula hatinya hendak berolok-olok, barangkali juga hendak mengulangi hal yang tadi, suka hedak tah, mengapa Tini, kawannya itu demikian. Rahasia yang tersembunyi: “benar-benarlah engkau dokter sejati. Cuma penyakit saja engkau perhatikan. Tidak baca koran rupanya.

  • Nyonya Rusdio

Watak nyonya rusdio yaitu bahwa dia adalah seorang yang pandai mencairkan suasana, seperti nampak pada penggalan cerita berikut ini.

Sejurus kemudian percakapan dialihkan perlahan-lahan oleh nyonya Rusdio, seolah-olah menyingkapkan awam mendung, supaya terang cuaca.

  • Karno

Karno adalah pembantu dokter Sukartono yang amat sangat patuh terhadap perintah tuannya, seperti nampak pada penggalan  cerita berikut. Karno, bujangnya, masuk membawa valies tempat perkakas doketer Sukartono

  • Hartono

Watak hartono adalah baik hati, dia adalah mantan kekasih Tini yang ternyata adalah teman dekat Tono. Dan dia orang yang care dengan temannya hal ini terbukti dalam cerita bahwa dulu semasa sekolah Hartono adalah tempat berbagi cerita dan keluh kesah Tono.

  • Mangunsucipto

Watak mangunsucipto adalah  baik hati, dewasa, sosok pembimbing dan penengah dalam rumah tangga Tono dan Tini.

  • Abdul

Abdul adalah watak yang setia dan rajin hal ini terbukti dalam cerita bahwa dia adalah supir yang senantiasa mengikuti perintah dokter tono

  • Mardani

Mardani adalah orang yang  baik hait pengertian dan juga orang yang tidak suka mencampuri urusan orang ,hal ini terbukti dalam penggalan cerita bahwa mardani memberi hartono enumpang dirumahnya. Dan juga dia paparkan secara langsung “memang mardani tidak suka mencampuri perkara orang”

  1. Alur/Plot

Alur/plot merupakan jalinan peristiwa dalam karya satra untuk mencapai efek tertentu. Alurnya campuran karena disaat pengenalan konflik, tokoh dokter tono dan yah teringat kepada masa lalu mereka, Sebegai contoh pada saaat Kartono berada dikamar Rohayah, di situ Kartono mencoba mengingat kembali masa-masa dia bersama Yah waktu dulu. Kartono mengingat masa dulunya semasa sekolah “Waktu masih menuntut pelajaran di sekolah Geneeskundige Hooge School di Betawi,tiada sedikit kawan-kawan dokter Sukartono yang memastikan, dia tiada akan sampai ke ujian penghabisan. Dia tidak cakap jadi dokter, terlalu suka akan lagu, akan seni: pikirannya terlalau banyak terlalai”

  1. Sudut Pandang

Posisi pencerita dalam membawa kisahan boleh jadi tokoh dala ceritanya bisa jadi berada dalam luar. Novel karangan arjmin pane menggunakan sudut pandang orang ke-tiga Pengarang menggunakan nama orang sebagai pelakunya, tidak menggunakan kata aku sebagai tokoh. Dalam arti lain, pengarang menceritakan kehidupan tokoh lain, bukan sebagai dirinya sendiri. Pengarang tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langung di dalam cerita itu.

  1. Amanat
  1. Latar

Latar adalah sebagi keterangan mengenai waktu ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Dalam novel karangan Armijn pane ini banyak menggambarkan latar tempat, waktu dan suasana yang membangun cerita sehingga pembaca seolah-olah berada di dalam cerita tersebut. Berikut latar yang ada di novel belenggu:

Latar Tempat:

  • Rumah Sukartono, yang memperkuat bahwa itu adalah rumah Sukartono di daolam novel ada sebuah kalimat yang jelas menunjukan rumah Sukartono “Seperti biasa, setibanya dirumah lagi, dokter Sukartono terus saja menghampiri meja kecil, di ruang tengah, dibawah tempat telepon”.
  • Hotel, keterangan yang memperkuat dalam novel ”Dokter Sukartono diam saja sejurus memandang ke arah hotel itu, dia merasa heran sedikit. “Masuk saja ke pekarangan, tuan dokter?” “Masuklah,” kata Sukartono dengan agak bimbang. Ketika mobil berhenti disisi tangga, seorang orang yang berpakaian uniform berdiri disisi mobil, sambil mengangguk. “Ini nomor 45?” tanya Abdul, lalu keluar. “Benar, nyonya Eni sudah menunggu.”
  • Rumah Rohayah, seperti yang terdapat di dalam novel yang menunjukan rumah Rohanayah “Sehabis payah praktik, Kartono biasalah pergi kerumahnya yang kedua akan melepaskan lelah. Pikirannya tenang kalau disana.Disanalah pula dia acapkali membaca majalah dan bukunya yang perlu dibaca, sedang Yah lagi asyik merenda”.
  • Tepi pantai di Priok, diperkuat dengan kalimat yang berada di dalam novel yang menunjukan bahwa berada di pantai priok “Entah bagaimana, dia sampai juga dengan selamat di tepi pantai di Priok. Dia terbangun oleh desir ombak. Bulan tiada bersinar diatas gelombang.Terang-terang gelap diatas air”.
  • Bazaar, seperti yang diceritakan novel karangan Armijn pane ini bahwa ada saat dimana bazar yang dibuat oleh Tini adapun kalimat yang memperkuat “Sudah pukul delapan malam.Bazaar sudah dibuka tadi pukul tujuh oleh nyonya Sumarjo dengan pidato yang ringkas dan tepat”.
  • Gedung Concours, Pasar Gambir, sebagai contoh terdapat pada “Begitu juga Malam itu dia menjadi jury concours kroncong perempuan. Sesampainya didalam gedung, concours sudah hendak mulai. Baik diluar, maupun didalam penuh sesak dengan penonton”.

Latar waktu :

  • Malam hari, kalimat yang memperkuat latar waktu pada malam hari pada novel karangan Armijn pane adalah (1) Sukartono duduk membaca, lampu meja disebelah kirinya, terang diatas buku itu, mukanya sendiri gelap.Dulbaru keluar, baru minta permisi pulang.Hari sudah pukul Sembilan malam. (2) “Sudah pukul delapan malam. Bazar sudah dibuka tadi pukul tujuh oleh nyonya Sumarjo dengan pidato yang ringkas dan tepat.”

(3)Tiba-tiba kedengaran suara mobil berhenti di pekarangan muka, hari sudah pukul sembilan malam. Sekali-sekali melintas dengan cepat di jalan di muka rumah, suaranya masuk melintas dari jendela yang masih terbuka.

  • Pagi hari, Sejak tadi pagi bekerja keras, pulang jua sebentar saja untuk bertukar pakaian. Auto dokter Sukartono melancar di tengah malam itu juga, seolah-olah menggambarkan kerusuhan dalam hatinya, seolah-olah anak takut kepada bayang-bayangnya sendiri.

Latar suasana :

  • Jengkel,dalam novel ini banyak cerita yang menggambarkan rasa jengkel diantaranya “Dihampirinya isterinya.Tini agak terkejut. Bisik Tono dengan cepat: “Aku pergi…..” Itu saja yang terdengar oleh Tini, Tono sudah jauh lagi. Pergi, pergi, buat apa dikatakannya, hendak menjengkelkan hatiku saja” dalam penggalan novel tersebut sangat jelas menggambarkan rasa kengkelan Tini terhadap suaminya saat bazar sedang berlangsung.
  • Sedih, penuh penyesalan, kesedihan Tini terhadap keadaan rumah tangganya dan kesedihan hati Tono melihat Tini pergi “(1)Sesuaikah pikirannya dengan Aminah dan lain-lainnya? Ah,peduli apa. Bukan sudah….. tidak, tidak, melawan dalam pikirannya, kami belum berpisah…… kalimat itu berulang-ulang dalam pikirannya, air matanya titik, membasahi bantal……. Lama kelamaan dia tertidur. (2) dalam hati Tono terasa sedih, bercampur duka seolah-olah baru membaca buku yang sedih penghabisannya kemudian ditutup”.

Marah, sebagai contoh terdapat pada : “Suaramu palsu Yah, seperti didalam hatimu juga bohong belaka.Sangkaku engkau jujur, engkau tidak main tonil. Ah, tapi kamu perempuan semuanya pemain tonil. Tidak ada yang benar, yang jujur pada tubuhmu, dalam hatimu………”. Sukartono terkejut, memandang kearah isterinya, tetapi ia sudah berpaling lagi, menuju ke kamar tidur. Menyala-nyala dalam hatinya, hendak terhambur kata marah dari mulutnya….. ”

  1. Gaya bahasa

Gaya bahasa erupakan cara pengarangan mengungkapkan gagasanny melalui bahasa yang digunakannya. Dalam novel ini banyak menggunakan gaya bahasa diantaranya:

  • Majas Personifikasi

Personifikasi adalah majas perbandingan yang menuliskan benda-benda mati menjadi seolah-olah hidup, dapat berbuat, atau bergerak.

Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia. Atau yang mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup.seperti dalam novel Belenggu diantaranya (1) Matanya tetap melihat pada satu tempat saja, karena perhatiannya seolah-olah meraba-raba dalam pikirannya. (2) Tiada tampak oleh Sukartono cahaya tanda girang yang mengerlip dalam mata perempuan itu. (3)Hatinya hendak membacanya, hendak membaca olokannya. (4) Karena itu terbit ingin hatinya menduga hati perempuan itu. Tiada kuketahui, timbul juga namamu dengan tiada kuketahui, karena bayang-bayangan ingatan yang tergambar pada air mukamu. (5) Kalau engkau mengenal aku dahulu, benar-benar kenal, bukan kenal-kenal saja, engkaupun tahu, mestilah tahu,…. didalam hatiku dingin, seperti es. (6) Didalam hati Kartono terbit lagi keinginan menggenggam tangan jiwanya, memegang jiwa yang menggelepar-gelepar itu kuat-kuat jangan jatuh kedalam air. (7) Dia merasa bimbang, pertanyaan yang demikian kerap kali terbit dalam pikirannya. (8) Tini gunung berapi yang banyak tingkah! Penyakit yang banyak complicate. (10) Tumbuh didalam hatinya keinginan hendak memegang tangan Yah,hendak memandangnya dalam matanya, yang riang beriak-riak. (11)Yah terkejut melihat mukanya yang gelap itu. (12) Air muka ini akan serasa-rasa terperas karena merasa sedih.

  • Metafora

Gaya Bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama. Dalam novel ini juaga ada bahasa yang menggunakan majas metafora diantaranya: (1) Ingatannya melayang lagi kerumah yang baru dikunjunginya. Perempuan tambun, tegap sikapnya, dikepalanya seolah-olah kembang melati putih, karena rambutnya yang sudah beruban itu. (2) Karena teringat akan zaman dahulu teringat akan kasih sayang lama,ibarat tertampung oleh tangan ingatan zaman dahulu itu. (3) Persahabatan kita tiada sempat berputik, menjadi bunga, berkembangkan kasih sayang. (4) Kartono melihat sikap Tini menggerendeng pula, seolah-olah harimau tertangkap, maka hatinya makin tenang. (5) Bukan, aku tiada berubah, engkau yang tiada pernah mengenal aku.”Memang Tini susah diduga. Licin sebagai belut. (6) Selalu saja tinggi hati; seperti batu karang meninggi di tepi pantai, berbahaya bagi kapal menghampirinya. (7) Kata Yah sejuk lembut, masuk dalam hati Kartono, sebagai air seteguk menghilangkan haus, tetapi hausnya belum juga hilang sama sekali. (8) Terdengar kepada Tono lagu pembuka, bagai air meriak, membuka simpulan dalam pikirannya, tiba-tiba terdengar suara.

  • Hiperbola

Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal. Seperti dalam novel karangan arjmin pane banyak menggunakan majas hiperbola diantaranya: (1) Sukartono terkejut, memandang kearah isterinya, tetapi ia sudah berpaling lagi, menuju ke kamar tidur. Menyala-nyala dalam hatinya, hendak terhambur kata marah dari mulutnya”. (2) Didalam kamar sudah tiada tahan lagi, serasa sempit, meskipun kamarnya itu masuk kamar yang terbesar dalamhotel  itu. (3) Hilanglah mimpiku, jatuhlah aku lagi ke lembah, ke lembah kebenaran hidupku dahulu. Ingatlah mereka yang putus asa di Priok? Demikianlah nanti hidupku, lama kelamaan kami menjadi demikian. Barang lama turun harga, tiap-tiap tahun datang model baru.” Katanya dengan masam. (4) Karena, Tono, siapa hendak menaruh barang yang sudah buruk lagi bernoda?”. (5) Air mata yang membendung hatiku telah mengalir…… tidakah engkau ingat Rohayah. (6) Tertimbun oleh ingatan akan gadis-gadis yang ribuan banyaknya. (7) Kalau dicobanya menduga lebih dalam, jalan pikirannya tertumbuk, seperti cintanya tertumbuk batu karang, pada besi, pada lapisan es yang terlingkup pada hati jiwa Tini. (8) Tetapi sekarang yu, sudah tiba waktunya. Kalau mesti aku rela binasa. (9) Kedua belah tangannya memegang stir mobilnya dengan keras, badannya membungkuk, mobil melancar, kerusuhan jiwanya seolah-olah mengalir ke roda mobil, memutar roda biar cepat secepatnya. (10) Pikirannya seolah-olah tertutup, seolah-olah pikirannya hilang, sebagai dalam mimpi, didalam hatinya seolah-olah meluas, memadamkan pikiran. Tiada lagi suara didalam hatinya, tiada lagi suara lain dari suara luar, lain dari pada suara kekasihnya itu.

  • Ironi

Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut. Dalam novel ini banyak tergambar majas sindiran diantaranya: (1) Sekarang banyak yang cemburu melihat prakteknya maju, disegani lagi disukai orang. Kata orang: “Dia tiada mata duitan, kalau dia tahu si sakit kurang sanggup membayar, dia lupa mengirim rekening.”“Tetapi ,” kata seorang lagi, “kalau dia dipanggil tengah malam,suka juga.”. (2) “Ada apa, sebanyak ini tamu kami sekali ini?” “Bukankah biasa menerima tamu banyak-banyak?” kata puteri Aminah berolok-olok.“Bukankah lebih banyak tamu, lebih senang. (3) “Mengapa?” tanya Mardani.                            “Bukan tingkahnya hendak menarik mata laki-laki saja?”Mardani tersenyum, merasa puteri Kartini cemburu. Katanya, hendak berolok-olok: “Ah bukanlah salahnya kalau mata laki-laki tertarik. Memang sudah dasarnya…….” “Itulah yang tiada baik itu, sudah dasarnya!” (4) “Bukan sudah kukatakan dahulu, kalau dia masih dihinggapi penyakit seni, tentu tiada akan menjadi dokter. Sekarang penyakitnya itu sudah sembuh.” (5) “Sejak kapan tuan dokter Sukartono mata duitan?” (6) “Kami tiada lama lagi, lekas-lekaslah pulang mengawani Tini.” (7) Tono, siapa hendak menaruh barang yang sudah buruk lagi bernoda?” (8) “Jangan terlalu rajin, Tini, nanti Kartono marah.” (9) “Coba angan-angankan, jiwa digantung! Mari tuan-tuan, nyonya, disini ada jiwa digantung.” (10) “Sipatmu tidak dapat berubah, kerbau suka juga kepada kubangan. Dalam lumpur tempatmu, kembalilah engkau ke sana.” (11) “Mana perempuan yang baik-baik, suka berkenalan dengan perempuan seperti engkau?”

 

Tinggalkan komentar