Ibu, izinkan aku menikah!

. Waktu menunjukkan pukul delapan, Alya dan teman-temanya bergegas menuju masjid yang sedikit demi sedikit sudah mulai ramai, jamaah ta’lim berdatangan dari segala penjuru dunia. Seperti misi semalam, mereka harus berada di barisan paling awal. Agar dapat melihat dan mendengar dengan jelas.
. Suasananya sejuk, meski mentari sempurna mengurai bumi. Sebelum acara dimulai, tak lupa mereka mengabadikan momentum yang jarang sekali didapatkan. Bisa jadi setahun sekali, itupun jika mereka ditakdirkan bertemu lagi. Setelah mereka selesai mengabadikan gambar, masih ada waktu menunggu acara dimulai, saat itu gawai Alya berbunyi.
. ” Mamah dan papah sudah sampai disini, Alya dimana? ” Alya yang membaca pesan dari papahnya terkejut, ia tak menyangka Mamah dan Papahnya datang menemuinya. Pikirnya Mamah dan Papahnya sibuk hari ini, sehingga Alya tak ingin membuat harapan lebih dapat bertemu dengan Mamah dan Papahnya.
. ” Sejak kapan sampai disini Pah? Alya di lantai 3, kalau sudah di dekat Masjid kabari ya ” bukan Alya tak ingin menghampirinya, tetapi jarak parkiran dan masjid kurang lebih ±600m.
. ” Mamah sudah di dekat masjid, hp nya tidak aktif. Segera temui ya ” pesan singkat itu membuat Alya bergegas mencari Mamahnya.
. Alya ingat kalau sinyal disini susah, oleh sebab itu Mamah tidak mengaktifkan ponselnya. Tetapi ia ingat kalau Mamah masih memiliki ponsel dengan jaringan yang mendukung di daerah ini, Alya langsung mencoba menghubunginya. Berdering namun berkali-kali tak diangkatnya, Alya tak putus asa hingga yang kesekian kalinya diangkat.
. ” Assalamu’alaykum, Mamah dimana? …” Akhirnya mereka bertemu, setelah melewati ramai dan padatnya jamaah yang ada.
. Setelah bertemu dan berbincang banyak, Alya yang hari itu amat senang. Bukan karena ada sesuatu yang membuatnya senang, tetapi karena ia bertemu dengan Mamahnya. Alya yang sering iseng bertanya, kali ini menemukan pancingan yang tepat untuk sebuah topik bahasan yang selalu dinantinya.

. ” Mah, gamisnya cantik ya? Kalau untuk pernikahanku besok cocok ngga? ” Mamahnya yang terkejut dengan pertanyaannya dan melihat keadaan baju yang ia kenakan langsung memberikan penolakan.
. ” Ih, engga engga. Ngga bagus Al, terlalu sederhana. Besok kalau Alya menikah, Mamah yang buatin gaunnya. Memang kapan Alya mau menikah? ” jelas Mamah.
. ” Ouh gitu, yaahhh jelek ya ini? Yaudah deh, memang Mamah mau gaun yang seperti apa? Dan memangnya Mamah sudah mengizinkanku menikah? ” Pembahasan semakin panas, ternyata pancingan Alya tepat sasaran.
. ” Iya nanti Mamah yang buat untuk Alya, ya paling tidak 3 gaun, gaun putih, kebaya adat Jawa dan gaun warna lain, bisa pink mungkin. Seperti warna kesukaan Alya, memang sudah ada calonnya? Yang mana calonnya, coba Mamah liat dulu ” sontak Alya terkejut dengan respon Mamahnya yang tidak seperti sebelumnya, jika sudah masuk ke pembahasan yang satu ini kekeh dengan pendirian bahwa anaknya harus punya pangkat yang mentereng, namun tidak dengan kali ini.
. ” Calonnya? Mamah saja belum mengizinkanku menikah. Bagaimana ada pria yang mau mendekatiku? Ridhoi aku menikah, maka doakan saja anakmu ini segera ada yang mengkhitbah Mah, hehe. Jadi mamah mengizinkanku menikah kan? ” Kali ini Alya menang banyak, biasanya Mamahnya selalu menghentikan pembahasan ini ditengah jalan.
. Disaat para jamaah sibuk mendengarkan ceramah kami asyik dengan membahas pernikahan, yang Alya yakini inilah waktu yang tepat mendapatkan izin menikahnya setelah berulang kali ia meminta izin namun tak diberi oleh Mamahnya.
. ” Coba deh liat ini Mah, suka yang mana? Mah, jadi mamah sudah mengizinkanku menikah kan? ” Sembari Mamahnya melihat dan memilah foto-foto gaun pernikahan, Alya mengulangi pertanyaannya.
. ” Ini Mamah suka yang ini ”
. ” Sama, Alya juga suka gaun putih yang itu, kalau yang adat Jawa Alya suka yang ini, syar’i. Untuk gaun tambahannya Alya suka pink yang ini, terlihat manis dan anggun ” Alya menyelesaikan pendapatnya.
. ” Yaudah kirim ke Mamah foto-foto nya biar Mamah buatin ” tutur Mamahnya begitu semangat.
. ” Loh memang kapan aku diizinkan menikah? ” Alya bingung.
. ” Mamah mau nyicil buatnya, hehe. Ya Mamah maunya nyenengin Papah, semoga setelah wisuda ada yang melamarmu ” jelas Mamahnya mengakhiri percakapannya.
. Mungkin saja orang disekitar mereka terlihat fokus menatap ke arah sumber suara penceramah, tapi tak menutup kemungkinan bahwa telinga punya tujuan sendiri, kemana ia ingin mendengarkan.
. Namun, saat itu Alya tak peduli. Ia sangat bahagia mendapatkan restu dari Mamahnya, meski entah kapan pilihan-Nya datang menghadap orang tuanya. Yang terpenting adalah ridho kedua orang tuanya. Papahnya tak pernah melarang Alya menikah kapanpun, bahkan saat pertama kali Alya meminta izin kepada Mamahnya, Papahnya telah lama meridhoinya.
.
Semoga Alya segera mendapatkan jawaban atas segala keinginan yang telah diutarakan kedapa kedua orang tuanya itu.
~Tamat

Tinggalkan komentar